"Pemerintah berupaya melindungi masyarakat dari konsumsi barang-barang berbahaya seperti rokok," ujarnya.
Apalagi rokok adalah penyebab kematian nomor dua di dunia dan juga penyebab meningkatnya risiko stunting. Kondisi itu tentu tidak baik bagi Indonesia terutama dari sisi perekonomian.
"Keluarga perokok memiliki anak stunting 5,5 persen lebih tinggi tinggi dibandingkan tidak merokok. Negara yang memiliki tenaga kerja stunting cenderung memiliki pendapatan perkapita lebih rendah," katanya.
Pada masa pandemi Covid-19, perokok berisiko 14 kali lebih tinggi terinfeksi Covid-19 dibandingkan bukan perokok. Penderita Covid-19 yang perokok 2,4 kali lebih berpotensi masuk kategori berat dibandingkan yang tidak.
"Oleh karena itu, dengan bahaya rokok ini pemerintah menggunakan instrumen kebijakan cukai," kata dia.
Baca Juga: Waspada! Vaksin Booster Ilegal Beredar, Dikumpul Dari Sisa-sisa Vaksin. DPD RI Minta Diusut
Prevalensi
Dengan adanya kenaikan itu, diharapkan tingkat prevalensi merokok masyarakat bisa menurun.
Prevalensi adalah jumlah keseluruhan kasus penyakit yang terjadi pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah.
Pemerintah menargetkan prevalensi merokok terutama anak usia 10 sampai 18 tahun bisa turun menjadi 8,83 persen tahun depan dari saat ini 8,97 persen.